Jumat, 30 Oktober 2009

PEMAIN SITER YANG TERSISIHKAN



Anda pasti tau siter, ya, alat musik yang konon berasal dari negeri cina. tapi di blitar sewaktu aku masih kecil, aku pernah melihat 1 laki-laki memainkan siter dan 2 perempuan sebagai sindennya. mereka orang yang sudah tua yang mereka memainkan dengan berkeliling. setelah lulus kuliah, aku kembali ke kota dan aku masih melihat mereka walau sudah jarang. mereka masih bertiga dan terlihat lebih tua.
15 tahun sejak pertama kali aku bertemu, akhirnya aku bertemu lagi. tapi kini hanya dua. aku bertanya kemana ibu yang satunya? setiap kali ada kesempatan bertemu aku ingin mengetahui di mana beliau tinggal dan sejarah mereka. Tapi kesempatan itu berkali-kali hilang. Setiap aku mengikuti, aku selalu kehilangan jejak. Ternyata aku tahu mereka naik angkutan. Berarti rumahnya jauh dari Kota Blitar.
sampai akhirnya kesempatan bertemu itu datang lagi, kebetulan aku harus menjemput saudaraku di stasiun. Setelah tugasku selesai, aku kehilangan lagi di mana mereka...
setiap jalan aku susuri dengan terus berdoa "Ya Rabb jika memang ini rejeki kita, kumohon pertemukan kami". Di jalan yang tergolong ramai, aku melihat 2 orang tua duduk di pinggir jalan, di sebuah lapak yang masih tutup. Ya itu mereka sang pemain siter. Alhamdulillah, keadaan mendukung, aku langsung menghampiri mereka. Laki-laki pemain siter itu bernama Sanidi umurnya 85 tahun dan perempuan itu bernama Kasih 76 tahun. Sedangkan perempuan satunya sudah meninggal sekitar 3 bulan yang lalu pada usia 64 tahun. Walau mereka sudah lanjut usia tapi mereka tetap bersemangat untuk terus menggaungkan siter yang mulai punah. Dulu mereka sering pentas di daerah Turen, di gedung-gedung aula. Mereka bercerita dengan bangganya. Dari pembicaraan itu aku merasa bahwa pendengaran mereka sangat bagus hanya pengelihatan mereka yang sudah mulai berkurang bahkan pak Sanidi sudah lama tak bisa melihat. Mereka pernah berniat untuk melihat makam pak Bung Karno sekalian bermain siter, tapi salah satu petugas menyuruhnya supaya hanya lewat saja. Anak-anak muda di kampung beliau juga enggan memainkan siter karena menurut mereka, anak-anak muda itu hanya sekolah saja. tak banyak yang beliau harapkan selain terus memainkan siter, uang yang mereka peroleh dari hasil tangggapan bermain siter digunakan untuk tabungan hari kematiannya. Kelak jika mereka meninggal, mereka tidak merepotkan orang lain untuk membeli kain kafannya. Ke Kota Blitar pun tidak setiap hari mereka lakukan karena kondisi tubuh mereka, jika kondisinya menurut mereka baik, mereka akan pergi ke Blitar. Biasanya 3 hari sekali. Sungguh, mendengar beliau becerita, aku menahan tangisku. Beliau pasti tidak ingin dikasihani karena beliau bercerita sambil tersenyum. Perasaanku campur aduk, aku tak tahan lagi. Akhirnya aku berpamitan. ya Rabb, adakah yang akan memuliakannya..jagalah mereka. Semoga aku bisa menemukan rumahnya untuk paling tidak aku menjadi salah satu orang yang bisa beliau terima kedatanganku...