Rabu, 26 Januari 2011

M. RIFQI

Hari itu (Januari 2011) aku terkena musibah. Gara-gara bangun kesiangan aku naik kereta pukul 07.15. Padahal biasanya aku naik yang jam 06.00. Yup, aku kecopetan. Uang yang akan aku kembalikan ke bendahara hilang. Aku merasa shock bukan karena jumlah uangnya tapi karena keteledoranku. Dan aku masih selamat dari benda tajam yang merobek tasku. Aku berpikir, mungkin uang itu bukan hakku tapi itu milik rakyat. Jadi biarlah kembali ke rakyat. Semoga uang itu digunakan untuk pendidikan oleh si pencopet.
Sore harinya aku masih trauma. Aku takut naik kereta. Tapi aku harus berani karena hanya kereta lah transportasi yang mudah dan cepat dari kos menuju kantorku. Karena keberanianku berkurang, aku kesulitan turun di UI, akhirnya aku turun di Pocin. Sambil menunggu kereta arah Jakarta, aku duduk di stasiun. Tak lama, aku di dekati anak loper koran. Aku beli lah. Sambil iseng-iseng bercerita tentang ada orang kecopetan, siapa tau dia kenal wajah-wajah si pencopet. Memang dia kenal orang-orang copet tapi dia juga tidak memberi gambaran yang jelas. Akhirnya aku alihkan pembicaraan. Kami berkenalan, dia bernama M. Rifqi. Sekolah di bangku SMP daerah cawang. Ayahnya sudah meninggal. Dia 3 bersaudara. Dia paling tua. Dia berjualan koran untuk membantu ibu dan agar tetap sekolah. Semoga itu keterangan yang jujur. Karena jika memang dia jujur, aku ingin melacak dimana sekolahnya dan bagaimana dia di sekolah. Jika memang Alloh meridhoi, izinkan salah satunya malalui hamba untuk memberikan haknya. Aku ingin ngobrol lama dengannya tapi kereta sudah tiba.
Semenjak pertemuan itu, aku ingin bertemu lagi karena ada banyak hal yang ingin aku bicarakan. Salah satunya nama sekolahnya, karena aku lupa. Sekitar dua bulan lebih aku mengajak teman SMAku Sugiani jalan-jalan di UI. Pulangnya naik “BIKUN”. Waktu di dalam bis ada anak yang menawarkan koran. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tapi dia tetap memandangku. Sampai akhirnya sampai di stasiun UI, Sugiani bertanya, kamu kenal dengan anak loper koran itu. Aku bilang tidak, dia tadi hanya menawarkan koran dan aku geleng kepala. Sugiani bertanya lagi “Tapi kayaknya dia kenal kamu, kayaknya dia tidak hanya menawarkan tapi juga menyapamu”. Aku langsung teringat Astaghfirulloh. Iya aku kenal. Dia M. Rifqi. Aku menyesal kenapa aku bisa lupa dan tidak peka. Setelah mengantar Sugiani naik angkutan. Aku kembali ke halte stasiun UI. Dan dia tidak ada di sana. Ya Rabb ijinkan kami bertemu lagi.... miss u Rifqi....

LIA

Begitulah namanya. Sudah lama aku ingin tahu namanya dan kalau bisa mengenal lebih jauh lagi. Aku sering melihatmu di masjid. Kadang sendiri, kadang juga dengan anak yang lebih kecil lagi. Setiap ke masjid dan aku melihatmu menata sandal, aku sering mencuri-curi pandang. Ku berdoa pada Alloh agar kami diberi kesempatan untuk bertemu pada waktu yang tepat dan agar aku bisa bermain denganmu. Setelah berhari-hari hanya bisa mencuri-curi pandang, aku tak tahan lagi, ketika keberanianku mulai muncul, kami pun berkenalan. Lia namanya. Aku meminta agar Isya dia datang lagi karena aku ingin bermain dengannya. Ternyata dia menepati janji. Dia menunggu di bawah tangga. Kami ikut sholat isya berjamaah. Selesai sholat kami saling berpandangan dengan malu-malu. Kami pun bermain bersama mengenal bentuk dan menebali garis.
Esok hari adalah hari yang aku tunggu-tungg
u. Aku sudah mempersiapkan bahan untuk pertemuan hari ini. Agar tidak terlalu malam, aku menunggu isya di masjid. Yup, Lia ada di masjid. Anak kecil yang mengaku berumur 4 tahun itu tidak sendiri, dia bersama adiknya, Bayu namanya. Seperti biasa dia menata sandal para jamaah. Hari itu ramai orang sampai isya hampir tiba, masjid masih ramai. Alhamdulillah hari ini banyak orang sembahyang di masjid. Karena terlalu sibuk melihat orang aku lupa, di mana Lia. Ternyata dia sudah pulang. Ada perasaan sedih hari itu tidak bisa bertemu dengannya. Keesokan hari dia juga tidak muncul. Lusa juga tidak ada. Perasaanku sedih dan takut. Apa yang terjadi pada pertemuan pertama itu. Apakah dia dimarahi orang tuanya karena dekat dengan seseorang atau....(cukup aku tidak boleh berprasangka buruk, tapi aku cemas).
Esok hari aku harus memberanikan diri untuk mencegatnya. Setelah sholat magrib, aku menghampirinya di dekat tangga. Kamipun tersenyum malu-malu. Begitu ada kesempatan, aku langsung mengajaknya bermain. Alhamdulillah kamipun larut dalam permainan warna, menempel bentuk dan nyanyian warna. Alhamdulillah pertemuan hari ini kami benar-benar berkesan.
Esok harinya aku menstruasi. Bisa seminggu ini tidak bertemu Lia. Hari ke lima. Kami bertemu di stasiun. Awalnya aku hanya meliriknya ketika kami berpapasan. Ternyata dia ingat, dia mundur sambil memanggilku “kakak”, jariku digandengnya, diayun-ayunkannya, sambil menanyakan kemana saja aku selama ini. Aku bilang sakit. Lalu dia berkata, bukankah jika sakit tidak boleh keluar kemana-mana tapi harus istirahat. Perkataan itu pasti juga dilontarkan pada ibunya. Aku yakin, ibunya adalah orang yang baik, (bukan seperti yang pernah dia ceritakan). Kemudian dia bilang bahwa nanti dia akan ke masjid. Sayang aku tidak datang karena aku keluar dengan temanku. Miss U Lia... ini rahasia kita ^_^.